Saturday, July 29, 2017

BELAJAR MENIMBANG



                       
            Kebetulan mbah uti di rumah punya timbangan seperti yang biasa dipakai penjual sayur. Timbangan itu biasa digunakan mbah uti untuk menimbang beras atau gula atau yang lainnya. Setelah beberapa hari timbangan tersebut dipinjam tetangga, kemarin dikembalikan di rumah dan ditaruh di dapur. Jadilah kakak melihat dan bermain dengan timbangan tersebut.
            Di dekat timbangan itu ada tutup keranjang baju kotor. Jadilah obyek pertama yang ditimbang kakak adalah tutup keranjang tersebut. “Ini gimana caranya menimbang bunda”, kakak nanya. “Taruh tutup di wadah kak, trus yang bagian kanan, dikasih bandul mulai yang terkecil”, jawab saya sambil mengupas sayur dan bumbu di dapur. “Ini bunda?”, dia bertanya sambil mengambil bandul yang besar”. “Bukan kakak, ambil dari bandul yang terkecil, kalau kurang trus yang lebih besar kak”, jawab saya mencoba menjelaskan dengan cara yang sederhana. Akhirnya dia mencoba memberi bandul yang terkecil, tapi ternyata belum seimbang. Akhirnya diganti dengan yang bandul atasnya yang 1 ons an ternyata agak lebih. “Kakak tutup ini beratnya, 1 ons kurang dikit kak”.
            Kakak pun senang, akhirnya dia mengambil benda lain untuk ditimbang lagi. “Aku nimbang apa lagi bunda?”. Sempat celingukan saya mencari benda yang aman dan tidak gampang pecah untuk ditimbang, kalau mangkok gampang pecah, kalau telur juga gampang pecah, akhirnya saya mengambil bawang putih yang tidak saya kupas buat ditimbang kakak. “Ini kak ditimbang” sambil saya kasih beberapa bungkul bawang putih. Kemudian dia kasih bandul yang terkecil yang setengah ons, ternyata masih kurang. Akhirnya, dia ambil yang lebih besar lagi yang 1 ons. Ternyata juga lebih dikit. “Kakak bawang putih ini beratnya 1 ons kurang dikit”, “Horee, aku bisa menimbang” serunya. Hehe Alhamdulillah walaupun masih sangat awam kakak merasa ‘sudah bisa’. Gapapa yang penting dia bisa belajar matematika secara menyenangkan yaitu menimbang walau dia tidak menyadari.

#Hari5
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#IloveMath
#MathAroundUs

MEMBANDINGKAN BESAR KECIL




            Sebenarnya banyak hal yang menyenangkan yang kami lakukan bersama yang berkaitan dengan belajar matematika sederhana. sambil bubuk-bubukan di kamar atau sambil menyiram bunga atau bahkan sambil naik motor berdua. Hari Selasa lalu ada acara sema’an Alquran di rumah tetangga. Karena mbah uti mau ikut, sedangkan motor siang nanti mau dipakai mbah kung, jadilah mbah uti saya antar ke tempat semaan AlQuran dengan naik motor. Dan selalu bila saya keluar, Fikri pun selalu ikut. Jadilah saya mengantar dan Fikri ikut sambil belajar perbandingan waktu perjalanan pulang.
            Waktu pulang kami melewati sungai kecil. Lalu Fikri saya tanya,”Kakak, sungai ini sama sungai Brantas dekat rumah Kung Jenggot, lebih besar mana?” dengan antusias dia menjawab, “Besar sungai Brantas”. “Very Good!”, puji saya. Kemudian saya tanya lagi, “Lha kakak kalau sama Mas Arka (sepupunya yang baru berusia 1 tahun), besar siapa hayo?”. Dengan antusias juga dia menjawab, “Besar kakak”, “Pinter!”, puji saya. Lalu saya tanya lagi, “Lha kalau kakak sama Mas Arvin(putranya pak puh yang baru berusia 8 bulan), besar siapa?””Ya besar kakak donk!”, “Pnter!”. Kemudian saya tanya lagi, “Lha kalau sama Mas Afa (putranya pak puh yang kelas 4 SD) besar siapa kak, kakak atau Mas Afa?” “Ya Mas Afa dunk!”. “Pinter, kakak sudah bisa membandingkan besar kecil, very good!”.
            Alhamdulillah, walaupun dengan naik motor berdua, terasa menyenangkan sekali belajar Matematika sederhana dengan kakak. Semoga besok-besok bisa belajar dengan menyenangkn lagi dengan topic yang berbeda, amin.
           

#Hari4
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#IloveMath
#MathAroundUs

MENGHITUNG UANG SAKU


 
            Sejak Fikri bersekolah dengan berangkat dan pulang sendiri selama seminggu ini, kami sempat khawatir tentang bagaimana dia di sekolah nanti. Berbagai kecemasan melepas anak TK Kecil sekolah sendiri memang tantangan tersendiri. Sempat terbersit dalam pikiran kami tentang bagaimana kalau Fikri membeli jajan nanti, bagaimana kalau dia ingin BAK/BAB, bagaimana jika dia nakal terhadap temannya dll. Tapi di sisi lain kami juga sangat ingin agar Fikri mempunyai kemandirian sejak dini. Jadi bismillah kami ikhlaskan Fikri untuk menjadi berani berangkat dan pulang sekolah sendiri, dan resiko selanjutnya yang akan terjadi akan kami hadapi. Dan sejak awal kami bekali dengan cara menghitung uang saku secara sederhana.
            Alhamdulillah seminggu berjalan, beberapa masalah muncul, yaitu bagaimana jika Fikri over jajan. Dalam arti uang jajannya sudah habis tapi dia masih ingin beli jajan. Akhirnya ketika saya atau terkadang mbah utinya Fikri sedang menjemput, kami selalu menemui penjual di TK tersebut, mbah Yah namanya, untuk menanyakan apakah jajan Fikri hari itu dan kemarin ada yang kurang atau tidak. Dan ketika kurang kami akan membayari kekurangan tersebut. Alhamdulillah mbah Yah sangat kooperatif dengan semua wali murid. Hal tersebut juga berlaku bagi semua wali murid jika ada kekurangan pada uang saku anaknya.
            Setiap hari saya memberi uang saku Fikri 6 x Rp500; receh. Jadi tiap hari dia membawa 6 recehan. Dan ketika saya atau mbah utinya ke mbah Yah kekurangan Fikri rata-rata Rp 1500-Rp 2000;. Selama ini juga setiap ada kesempatan di rumah Fikri selalu saya “interogasi” tentang uang jajannya sambil belajar matematika sederhana. “Kakak, kakak tadi dikasih uang saku 6 (6 recehan 5 ratusan), kakak beliin apa saja kak?”. Sambil bersungguh-sungguh mengingat dia menjawab, “Tadi saya beli sosis”, Trus saya timpali, “Sosis harganya 2, berarti 6 diambil 2 masih berapa ya kak?”. Karena dia belum pandai mengurangi jadi masih belum bisa, jadi saya bantu menghitung. “Masih 4 kak, trus yang 4 dibeliin apa kak?”. Dia mencoba menjawab lagi, “Beli jagung  2”, “Trus yang 2 beli apa lagi kak?”, dia menjawab “Beli susu 2”. Wah pantas uang jajannya kurang hehe. Lha susu harganya seribu perbiji.
            Menanyai tentang uang saku dibelikan apa di sekolah sering sekali saya lakukan setiap ada kesempatan ngobrol di rumah selain menanyakan diajar apa hari itu di sekolah oleh ibu gurunya. Selain mengikat kebersamaan dengan Fikri hal tersebut juga saya gunakan untuk mengetahui kekurangan jajannya dan juga belajar matematika sederhana. 

#Hari3
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#IloveMath
#MathAroundUs
               


Saturday, July 22, 2017

AKU BISA MENGELOMPOKKAN BAJU



               
                Alhamdulillah menikmati bulan awal-awal kehamilan yang disertai sedikit mual walau tidak sampai muntah, membuat saya sering bad mood dan malas ngerjain apa-apa. Tapi alhamdulillah semua disyukuri saja, atas nikmat titipanNya. Sambil berdoa semoga bisa menjaga amanahNya dengan sebaik-baiknya amin.
                Kembali ke rutinitas harian mencuci baju adalah hal yang masih senang saya lakukan, tapi giliran melipat dan menyetrika...waduh, sudah kumat malas lagi sekarang. Sampai kadang tumpukan baju sampai segunung, astaghfirulloh.
                Hari Jumat kemarin, saya mencuci baju kecil. Baju kecil adalah sebutan untuk baju kakak Fikri. Sedangkan baju besar adalah baju saya dan ayahnya kadang mbah utinya. Setelah mencuci dari pagi, tinggal menjemur pun masih terkendala malas. Akhirnya sebelum dhuhuran baru sempat menjemur baju kecil hehe.
                Malamnya baru terasa. Sisa cucian baju besar belum dilipat ditambah cucian baju kecil. Plus efek rasa malas karena bad mood. Tapi saat itu saya bertekad, agar bisa mencicil melipat baju walaupun sedikit. Akhirnya saya ajak kakak Fikri untuk melipat-lipat bajunya. Dia pun sangat antusias. “Ayo kakak Fik-fik kita lipat baju bersama!”, “Iyaa...”. Akhirnya kami berdua melepas baju dari hanger lingkaran. Tidak tanggung-tanggung, 2 hanger lingkaran hehe.
                “Ayo kakak mari melipat!”, saya semangati kakak untuk bisa melipat sebisa yang dia dapat. Kakak Fikri pun penuh semangat melepas baju dari hanger dan berusahamelipat semampunya. “Aduh, ini gimanaaa...?” katanya ketika dia setres tidak bisa melepas baju atau tidak bisa melipat. “Ayo kakak pasti bisa, kakak melipat yang mudah-mudah saja ya, yang sulit nanti bagian bunda”, saya semangati dia agar tidak patah semangat.
                Akhirnya semampunya kakak bisa melipat celana pendek, serbet, dan baju main. “Ayo kakak kita kumpulkan bajunya, baju rabbit dicampur baju rabbit ya, celana dicampur celana ya, trus seragam sama baju sore ditumpuk sama ya!”. Alhamdulillah kakak menuruti permintaan saya menumpuk baju sesuai kelasnya. Trus ketika sudah selesai, saya jadi berfikir, bukannya ini pengelompokan bentuk matematika! Aha iya, ini adalah pengelompokan bentuk menurut matematika. Alhamdulillah tidak disengaja kami melakukan kegiatan yang berkaitan dengan matematika dengan cara menyenangkan.

#Hari2
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#IloveMath
#MathAroundUs
               

AKU BISA MENGHITUNG BANTAL



Hari Kamis yang lalu, kakak Fikri sudah masuk sekolah TK kecil selama 4 hari. Alhamdulillah selama itu pula kakak sudah berani di sekolah sendiri tanpa ditungguin. Berangkat pun tinggal dilihat dari gerbang sampai masuk ke gerbang sekolah. Maklum jarak rumah sampai sekolah cuma 150 meter. Jadi lumayan dekat. Di desa pula. Sedangkan waktu pulang, karena masih belum tega, jadi dijemput oleh ayah maupun mbah utinya secara sembunyi-sembunyi. Karena tidak tahu kalau dijemput jadilah kakak ngeloyor pulang sendiri hehehe.
Alhamdulillah selama sekolah PAUD  setahun kemarin kakak sudah mulai bisa berhitung dan menambah angka 1 sampai 10. Sambil main-main dengan ayahnya kakak biasa main tebak-tebakan penambahan. Kadang-kadang kakak mengajak ayahnya main dakon atau ular tangga kalau ayahnya lagi libur.
Setelah pagi sekolah, siang bubuk dan sore bermain-main sambil menemani bunda mengajar, bakda magrib kakak mengaji iqra’ sebentar trus maem. Karena saya lagi bad mood dan rasanya pengen Cuma tidur-tiduran di kamar, kakak akhirnya menyusul dan ikut-ikutan leyeh-leyeh di tempat tidur. Sambil main-main memeluk boneka lionnya, saya arahkan kakak untuk membetulkan guling dan bantalnya. “Ayo kakak bantalnya dibenerin sambil dihitung ada berapa jumlah bantal yang dipakai kakak, ayah dan bunda?”. Dengan sigap kakak segera menghitung bantal yang ada. Bantal yang biasa kakak pakai satu bantal dan dua guling, dia mulai menghitung, “Satu, dua, tiga”. Kemudian kakak melihat ke arah bantal yang saya pakai dan dipakai oleh ayahnya. Ayahnya biasa pakai 2 bantal dan ditaruh di kaki 1, sedangkan saya 1. Dia melanjutkan, “Empat, lima, enam, tujuh!”. “Tepuk tangan anak-anak!”, saya apresiasi proses belajar berhitungnya dengan menemukan jumlah bantal yang ada dalam kamar. Ternyata menyenangkan juga belajar  matematika secara spontan hehe. 

#Hari1
#Tantangan10Hari
#Level6
#KuliahBunsayIip
#IloveMath
#MathAroundUs
               

Saturday, July 15, 2017

Aliran Rasa Tantangan 5

   Alhamdulillah segala puji bagi Alloh yang telah mempertemukan saya dengan kelompok hebat ini yaitu Institut Ibu Profesional.  Dulu saya tidak pernah menyangka bahwa membacakan buku pada anak itu begitu mengasyikkan dan mempererat ikatan ibu anak dan keluarga. Saya dulu cuma tahu bahwa anak perlu dibelikan buku dan biarkan anak sendiri yang membuka sampai suatu saat dia bisa membaca.
   Jadi walaupun pekerjaan saya dan suami ngajari anak orang alias ngelesi,  tapi anak sendiri sering terabaikan. Beruntung hal tersebut segera saya sadari. Ya dari bergabung dengan IIP ini,  alhamdulillah.
   Ternyata membacakan buku anak itu seperti mendongeng,  hal yang banyak disukai Anak_anak. Selain itu saya juga baru tahu bahwa anak itu sebenarnya sangat mudah diarahkan oleh bapak ibunya, tergantung arahan itu baik atau buruk. Semoga dengan tugas ini saya bisa istikomah membacakan buku dan mengajari anak berbagai hal yang dia belum dia tahu.
  Terimakasih bunda Septi sekeluarga dan para fasilitator. Semoga ke depan IIP makin jaya.