Saturday, September 30, 2017

Ingin Beli “Binder”



            Hari Jumat kemarin Fikri sekolah seperti biasa. Pulang pun dijemput mbah utinya terus bubuk siang. Ketika saya pulang dari sekolah dia masih tidur. Saya pun melanjutkan aktifitas trus kemudian juga istirahat siang. Ketika anak-anak les sudah datang, saya pun bangun untuk sholat dhuhur dan berlanjut memulai mengajar. Di tengah-tengah mengajar itulah Fikri bangun. Alhamdulillah bangun tidur dia senyam senyum dan bisa bermain dengan ceria dengan mbak mas. Tapi masalah muncul ketika dia menjadi mewek dan meminta untuk dibelikan kertas isi binder.
            Entah bagaimana awal mulanya sampai dia mempunyai keinginan buat beli hal tersebut. Bagi saya bukan masalah harganya, tapi apalah arti kertas isi binder atau pun binder bagi anak TK A yang masih belum fasih menulis dan menulis pun masih memakai buku kotak. Sebenarnya saya berniat memahamkan ke Fikri bahwa yang perlu kita beli adalah kebutuhan bukan keinginan. Maka dengan bahasa sesederhana mungkin saya bilang ke Fikri yang lagi menangis, “Kakak, kertas isi binder tersebut boleh dipakai kalau sudah lancar menulis. Biasanya yang memakai mbak mas mahasiswa. Kakak kan masih TK jadi belum butuh itu. Nanti kalau sudah bisa menulis bagus, boleh lah ayah bunda belikan isi binder kayak itu”. Mendengar kata-kata saya bukannya dia diam, malah dia menangis dengan kencang. Ditambah saya ingat kalau dia lagi lapar karena belum makan siang, waduh alamat tantrum lagi.
            Segera saya ambilkan makanan, kalau nasi dan sayur lauk, kalau tidak lagi mood dia akan menolak. Maka saya ambilkan jenang yang ada di kulkas dan saya taruh di mangkok dan saya letakkan di dekatnya. Karena saya rayu-rayu belum mau diam, dan karena anak-anak sudah menunggu untuk diajar di luar akhirnya saya tinggalkan Fikri yang lagi menangis di kamar sendiri untuk mengajar di teras.
            Hampir beberapa saat Fikri menangis dan belum bisa diam. Akhirnya ketika ada jeda anak-anak lagi mengerjakan tugas, saya hampiri Fikri ke kamar. Saya peluk dengan hangat sambil saya elus-elus punggungnya, “Kakak sudah yuk nangisnya, ini loh jenangnya enak, yuk dimaem”. Alhamdulillah karena kecapekan, akhirnya dia mau diam dan mau maem sambil nonton kartun kesukaannya.
            Bersyukur saat itu akhirnya Fikri bisa diam. Sering sekali dia menginginkan hal-hal yang bukan merupakan kebutuhannya. Saat ini saya masih terus berusaha mengajarinya untuk membedakan keinginan dan kebutuhannya. Tapi jujur, masih berat sekali. Sering malah ayahnya yang tidak tegaan dan selalu berusaha menuruti segala keinginannya. Apalagi mbah kung dan mbah uti yang menjadi pembela Fikri kalau dia lagi nangis. Prinsip yang penting anak diam jadi berlaku. Waduh kalau sudah seperti ini saya jadi merasa tidak berdaya.
            Alhamdulillah dengan membaca komentar di grup, saya jadi bersemangat lagi untuk berusaha mendidik Fikri lagi. Entah berapa kali gagal, insyaalloh akan saya coba lagi. Sambil terus berdoa semoga kami dimudahkan dalam mendidik anak dan Fikri pun juga dijadikan anak yang menurut kepada ayah bundanya, amin.


#Hari10
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItu PastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial


Friday, September 29, 2017

Beli “Jamu” Harus 1 Pack



            Fikri Alhamdulillah kadang bisa “mbeneh” alias mengerti bahwa bundanya uangnya bukan untuk biaya beli jajan saja tapi juga buat belanja dan juga kebutuhan yang lain, tapi kadang juga kumat tantrum dan minta untuk beli “jamu” sebutan yang dia berikan untuk minuman susu kemasan kecil yak*lt dan harus 1 pack.
            Entah saya lupa kapan dia mulai menyukai minum yak*lt tersebut. Yang jelas Fikri suka sekali segala jenis minuman kemasan yang berupa susu atau minuman yang ada rasa sedikit masamnya. Mulai dari ind*m*lk, calp*co, maupun yak*lt. Tapi dia akan batuk bila membeli minuman teh dalam kemasan. Kalau hari biasa kami bisa mencegahnya untuk minum teh kemasan, tetapi bila hari raya tiba, kami harus siap seandainya dia terkena batuk. Mengingat setiap rumah pasti menyajikan minuman yang berbau teh tersebut.          
            Bila moodnya lagi baik, Fikri bisa kami rayu untuk dibikinkan sendiri susu es sirup dan tidak perlu beli. Minuman tersebut adalah ide bikinan ayahnya biar kami bisa membiarkannya minum es tanpa takut dia batuk (masalahnya ketika beli es di luar yang sering pembuatannya menggunakan air mentah, Fikri akan batuk), sekaligus bisa menghemat uang jajan hehe. Oleh karena itu di rumah kami selalu sedia susu (sekarang ini Fikri minta susu ze* karena ada hadiah action figurenya), sirup (ada sirup marj*n sisa hari raya kemarin yang rasa cocopandan), dan juga es batu walau sedikit di freezer. Ketiga bahan tersebut ketika dimix akan membentuk es susu warna pink yang sangat menggoda di siang hari yang terik. Penyajiannya pun juga minta ditaruh dalam plastic ditali dan dikasih sedotan bengkok.
            Namun bila Fikri lagi kumat tantrum, apalagi bila dalam kondisi lapar atau mengantuk, dia akan minta dibelikan minuman calp*co atau bahkan yak*lt. Seperti yang terjadi hari Kamis (28/9/17) kemarin. Saat itu ketika saya lagi ngelesi anak-anak, Fikri minta buat dibelikan susu. Saya coba rayu untuk dibuatkan es sirup sendiri tidak mau. Padahal pagi, siang dan sesudah magrib tadi juga sudah beli jajan. Saya bilang kepadanya, “Kak, kakak hari ini kan sudah beli jajan banyak. Sudah ya kak, uangnya ditabung ya, buat beli lagi besok-besok!”. Fikri mendengarkan tapi malah cemberut dan hampir mewek. “Beli jamu”, katanya sambil berkaca-kaca. Saya bilang kembali, “Kak, uang bunda buat belanja besok, bila dibelikan sekarang semua, besok belanja pakai uang apa?”. Namun kali ini dia tetap teguh dengan permintaannya, ditambah jam waktu itu menunjukkan angka 8 malam yang biasanya dia sudah tidur. Jadilah efek mengantuk memperparah tantrumnya.
            Karena saya rayu-rayu tidak berhasil, akhirnya saya menyerah saat itu. Jika saya tegas dengan pendirian saya untuk tidak membelikan permintaannya dan membiarkan dia menangis terus, mbah kungnya nanti yang akan jadi terganggu dan marah. Jadilah saya antar ke toko yang jual minuman tersebut. Biasanya dia mau hanya dibelikan 2 biji, tapi kali itu tidak tanggung-tanggung dia minta dibelikan 1 pack subhanalloh.
            Malam itu saya renungi kembali cara saya membelikannya jajan dan cara menangani tantrumnya yang belum berhasil. Walau hari itu saya merasa gagal untuk tegas kepada putra saya, namun saya terus berdoa semoga lambat laun kebiasaan buruknya terlalu banyak beli jajan bisa dikendalikan, dan dia bisa belajar untuk lebih banyak menabung, amin.

#Hari9
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItu PastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Selalu Menabung Sisa Uang Jajan



            Setiap hari dari Senin sampai Sabtu Fikri selalu pergi ke sekolah yang berjarak tak lebih dari 200 meter dari rumah. Meskipun dekat karena kemarin banyak isu penculikan, kami pun tak tega untuk membiarkannya berangkat sendirian. Jadilah dia berangkat diantar dan pulang pun dijemput. Tergantung saya atau suami yang lagi libur. Bila kami sedang masuk kerja dan saya hanya bisa mengantar saja, maka saya minta tolong mbah utinya untuk menjemput. Tak lupa sebelum berangkat Fikri sudah sarapan, dan ke sekolah pun dia berbekal air minum atau susu sesuai permintaannya, dan juga  koin Rp 500; sebanyak 4 buah, yang jika uang saku tersebut sisa nantinya kami suruh dia memasukkannya ke celengan.
            Hari Selasa itu ayahnya lagi libur, jadilah Fikri berangkat dan pulang diantar jemput ayahnya. Seperti biasa pas pulang sekolah dia akan mengucapkan salam dengan berteriak sebelum masuk rumah kemudian baru lepas sepatu. Sambil menenteng tas masuk kamar dia akan terus bermain jika tidak diingatkan untuk cuci kaki dan tangan serta ganti baju bermain. Akhirnya dia diantar ayahnya ke kamar mandi untuk cuci kaki dan tangan kemudian ganti baju main. Baru setelah itu saya peluk dia dan menanyai bagaimana harinya. “Bunda kangen kakak”. Dia pun sambil agak cuek menjawab pertanyaan saya sekedarnya. Setelah saya tanya tentang dia beli jajan apa tadi, dia pun mengingat-ingat apa saja jajannya dan segera mengambil sisa uang sakunya. Segera 2 koin sisa uang jajannya dimasukkannya ke celengan, hampir bersamaan dengan suruhan saya untuk melakukan hal yang sama.
            Alhamdulillah Fikri selalu menurut jika disuruh menabung sisa uang jajannya. Tapi yang masih menjadi PR kami adalah membatasi uang jajannya dan memberikan pengertian tentang perbedaan kebutuhan dan keinginan. Karena jika Fikri menginginkan sebuah jajanan atau minuman, dia belum bisa dikendalikan dan harus dituruti permintaannya, karena jika tidak dia akan menangis keras sekali dan mengganggu orang-orang di sekitar.
            Untuk sekarang ini kami orang tuanya dan terutama saya ibunya memang merasa belum bisa menyetopnya dari keinginan membeli jajan yang macam-macam. Tapi saya akan terus belajar dan berdoa agar anak kami bisa mengendalikan jajannya dan mengalihkannya untuk menabung, agar dia bisa mencukupi kebutuhannya sendiri kelak, amin.

#Hari8
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItu PastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Thursday, September 28, 2017

Biaya untuk Jalan-jalan ke Melta Waterland



            Hari Minggu tanggal 24 September yang lalu, Alhamdulillah suami bisa libur karena ada temannya yang menukar jadwal. Itulah saat yang kami tunggu ketika bisa libur bersama antara saya, suami dan kakak. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan ke Melta Waterland yang berjarak hanya 7 km an dari rumah. Tak lupa Mbah Uti pun ikut karena dari kemarin sudah mengeluh punggungnya sakit karena lama tidak berenang.
            Di Melta Fikri senang bukan kepalang. Karena di sana ada wahana kolam anak-anak beserta seluncuran dan air mancurnya, selain wahana kolam dewasa, kolam sedang dan juga kantin. Dari mulai datang sampai mau pulang Fikri terus menerus “kungkum” alias berjalan kesana kemari di dalam kolam kecil setinggi maksimal 50 cm. Tak lupa dia sesekali menengok ayahnya dan juga mbah uti yang lagi berenang di kolam dewasa.
            Sesudah berenang kira-kira 2 jam an, kami pun pulang. Kami sampai rumah tepat sebelum adzan dhuhur berkumandang. Di rumah Fikri pun bertanya, “Bunda buat masuk ke Melta itu harganya mahal?”. Saya pun segera menjawab, “Iya, untuk masuk ke Melta tiap orang harus bayar Rp 8.000;. Jadi tadi ayah, bunda, kakak dan mbah uti harus membayar Rp 32.000;”. Dia pun menjawab, “Wah mahal!”. Demi mendengar kata delapan ribu walau sebenarnya dia belum begitu mengerti nilai mata uang namun ekspresinya seolah-olah sudah mengerti nilai “mahal” hehe. “Jadi kakak kalau pengen sering jalan-jalan ke Melta, harus sering-sering menabung biar bisa sering pergi ke Melta”, nasehat ayahnya. Dia pun tampak sedikit berfikir, entah dia sudah faham atau belum, tapi kami bermaksud memberikannya pengertian, bila menginginkan sesuatu yang dia suka dia harus menabung dahulu.
            Begitu pun ketika dia habis menabung, kadang saya bercanda menanyainya, “Kakak kok menabung, uangnya mau buat apa sih?”, dia pun menjawab, “Biar bisa beli mobil”. Hehe alhamdulillah saya bersyukur sesedikit dan seberapapun perkembangannya mengenai kecerdasan financial. Begitu pun ketika dia menginginkan sesuatu, mainan, atau pengen jalan-jalan kemana pasti saya dan suami menyemangatinya untuk rajin menabung. Agar kakak faham bahwa mencari uang itu sulit, sehingga dia bisa berhemat dengan menabung sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sendiri denngan tabungannya, amin.
           
           
#Hari7
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItu PastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

Menabung Uang Saku dari Pak Puh



Hari Jumat kemaren Alhamdulillah baru sempat bikin nasi kuning buat menyambut hari ultah kakak Fikri yang keempat. Sebenarnya ultah kakak sudah dari tanggal 17 september kemarin. Tapi karena masih sibuk, jadi saya baru sempat bikin bento nasi kuning hari jumat tersebut, ngepasin dengan hari libur ayah biar ada yang membantu hehe. Walaupun capek memasak dari semalam buat nyicil masak lauk yang kering, dan pagi buta harus mulai memasak agar pada jam 9 hidangan sudah siap dan bisa dibawa ke sekolah kakak, tapi lelah terbayar tatkala lihat kakak senang makan bersama “bento ala bunda” dengan lahapnya. Alhamdulillah proses memasak sangat dibantu oleh mbah uti dan proses pengemasan sangat dibantu oleh ayah Alhamdulillah.
            Sore harinya waktu lagi duduk-duduk santai, pak puh Fikri yang lagi ada di rumah tiba-tiba ngasih uang ke Fikri. “Ini pak puh ga bisa kasih kado, beli sendiri ya!”, kata Pak Puhnya. “Iya makasih”, kawab kakak dengan senangnya karena dapat sangu hehe. Ketika mbah uti mengetahui hal tersebut, langsung beliau mengingatkan ke kakak, “Ayo Fik, uangnya segera disimpan dan dimasukkan ke tabungan, biar tidak hilang”. Kakak Fikri yang masih melihat film kartun masih belum bergeming.
            Ketika saya datang dan belum tahu apa yang terjadi, saya pun langsung bertanya, “Loh kakak kok pegang uang Rp 20.000; uang dari mana, yang ngasih siapa?”. Mbah Uti pun segera menjawab, “Itu loh dikasih Pak Puh katanya buat beli hadiah ultah sendiri”. Saya pun bertanya lagi ke kakak, “Sudah bilang terima kasih belum kak ke Pak Puh?”. Kakak pun menjawab singkat, “Sudah”. “Ayo segera dimasukkan ke celengan kak!”, seru saya. Fikri masih belum bergeming dari tempat duduknya. Baru ketika saya sudah berlalu dan masuk kamar, dia pun menyusul dan memasukkan uang saku dari pak puhnya ke celengannya. Tak lupa sebelum memasukkan uang ke celengan, selalu saya suruh berdoa dulu. Eh lha kok doanya malah kebablasan doa bismillah dan doa sebelum makan hehe.
            Kebiasaan menyuruh Fikri memasukkan uang ke celengan, selalu saya dan ayahnya lakukan ketika Fikri mendapat rezeki uang saku alias disangoni oleh siapapun. Hal itu kami lakukan untuk mendidiknya hemat dan cerdas financial secara sederhana. Lagipula, jika uang pemberian tersebut tidak segera diamankan alias tidak segera dimasukkan ke celengan, bisa habis tak berbekas. Entah buat beli jajan atau keikut buat belanja bundanya hehe. oleh sebab itulah hal terbaik yang kami lakukan kalau Fikri mendapat rezeki uang saku adalah segera menyuruhnya memasukkannya ke celengan. Semoga dengan cara tersebut dia sedikit-sedikit bisa mengerti cara berhemat uang atau menunda kesenangan. Amin.  
           
#Hari6
#KuliahBunsayIIP
#Tantangan10Hari
#Level8
#RejekiItu PastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial