Sunday, November 5, 2017

Pengalaman Belajar Kreatifitas di IIP



            Pada suatu waktu ketika saya menyuruh murid-murid saya menggambar pemandangan, kebanyakan selalu menggambar gunung, dua gunung dengan matahari di tengah. Entah dengan varian pemandangan sawah atau pepohonan. Padahal ada banyak sekali tema pemandangan, misalnya laut, danau atau air terjun. Walaupun ada satu dua yang menggambar beda, tapi mayoritas dari tema gambaran mereka adalah sama, tentang gunung.
            Mengetahui hal tersebut, ternyata membuat saya berkaca pada diri sendiri. Tak jauh berbeda, saya pun dulu termindset untuk juga melakukan hal yang sama. Ketika disuruh menggambar pemandangan oleh bapak dan ibu guru, apa yang ada dalam pikiran kecil saya juga sama, gunung. Lalu mengapa hal tersebut bisa terjadi?
            Saya adalah produk dari orang tua yang dididik oleh zamannya yang serba keras dan diktator. Yang lebih menyerukan kesalahan daripada menghargai kelebihan. Yang lebih cepat merespon kekeliruan daripada mengedepankan keunggulan. Yah, bisa ditebak, hasil didikan ini adalah anak-anak yang “patuh” alias tidak kreatif. Lalu bagaimana dengan murid-murid saya tadi? Apakah saya para guru ataukah sistem yang telah mematikan kreatifitas mereka? Hal ini membuat saya harus introspeksi diri lagi.
            Lalu apa sih yang disebut kreatif?
            Menurut KBBI kreatif adalah 1. memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan; 2. bersifat (mengandung) daya cipta. Sedangkan pengertian kreatif yang kekinian adalah out of the box thinking atau berpikir di luar pakem atau keumuman. Karena kebanyakan dari kita (baca saya), masih berpikir melulu di dalam kotak, contohnya waktu menggambar selalu gunung tadi.
            Padahal di zaman yang serba berubah dan terus berubah ini, bila kita masih selalu berpikir di dalam kotak, kita bakal tergilas zaman dan ketinggalan kereta kemajuan. Seperti kisah Nokia dan Kodak yang sangat jaya di zamannya tapi karena kurang kreatif mereka akhirnya terkena seleksi alam.
            Sebenarnya ada banyak cara untuk membuat kita menjadi kreatif, dan salah satu cara belajar tentang kreatifitas yang menyenangkan adalah dengan belajar bersama IIP. Dimulai dari fasil yang keren, mbak Ressy dan mbak Lina yang pintar memancing daya ingin tahu peserta, cara pembelajaran yang juga keren yang lain dari biasanya karena memakai slide, jadi lebih mudah diterima oleh kebanyakan pembaca visual. Dan juga suasana diskusi kelas yang semarak.
            Dimulai pre klas tentang slide anak yang pada fitrahnya kreatif namun sistem yang mematikan kreatifitas mereka. Dilanjutkan dengan kelas inti yang membuka pikiran kita tentang apa itu kreatif. Proses kreatif dengan sintesis (penggabungan beberapa hal), evolusi (perubahan secara berangsur-angsur) dan revolusi (perubahan yang cepat). Serta diakhiri dengan praktek untuk mengerjakan tantangan agar menjadi ibu yang kreatif. Karena anak-anak pada dasarnya sudah kreatif, maka ibulah yang harus berubah untuk menjadi kreatif.
            Ya, menjadi kreatif. Yang menurut saya kreatif itu adalah kemampuan menyelesaikan suatu masalah (baca tantangan), dari berbagai sisi. Seperti kata pepatah bila tak ada rotan, akar pun jadi. Contoh kecil bila saya belum mampu langganan wifi di rumah, ikut wifi di sekolah ataupun ke warung tetangga yang berwifi bisa jadi solusinya. Atau kreatif itu melakukan berbagai usaha agar bimbel saya bisa tetap eksis bahkan berkembang. Atau kreatif itu melakukan berbagai daya upaya agar saya bisa mengerjakan tantangan cawu 3 ini semaksimal mungkin agar bisa lulus kelas Bunsay#1 MrJatsela. So, are you dare to be creative?

Referensi:
Materi kulwap Level 9 Bunsay#1 MrJatsela
Hasil diskusi kelas Bunsay#1 MrJatsela

#kelasbundasayang
#InstitutIbuProfesional
#ThinkCreative

           

No comments:

Post a Comment