Pada suatu waktu ketika saya
menyuruh murid-murid saya menggambar pemandangan, kebanyakan selalu menggambar
gunung, dua gunung dengan matahari di tengah. Entah dengan varian pemandangan
sawah atau pepohonan. Padahal ada banyak sekali tema pemandangan, misalnya
laut, danau atau air terjun. Walaupun ada satu dua yang menggambar beda, tapi
mayoritas dari tema gambaran mereka adalah sama, tentang gunung.
Mengetahui hal tersebut, ternyata
membuat saya berkaca pada diri sendiri. Tak jauh berbeda, saya pun dulu
termindset untuk juga melakukan hal yang sama. Ketika disuruh menggambar
pemandangan oleh bapak dan ibu guru, apa yang ada dalam pikiran kecil saya juga
sama, gunung. Lalu mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Saya adalah produk dari orang tua
yang dididik oleh zamannya yang serba keras dan diktator. Yang lebih menyerukan
kesalahan daripada menghargai kelebihan. Yang lebih cepat merespon kekeliruan
daripada mengedepankan keunggulan. Yah, bisa ditebak, hasil didikan ini adalah
anak-anak yang “patuh” alias tidak kreatif. Lalu bagaimana dengan murid-murid
saya tadi? Apakah saya para guru ataukah sistem yang telah mematikan
kreatifitas mereka? Hal ini membuat saya harus introspeksi diri lagi.
Lalu apa sih yang disebut kreatif?
Menurut KBBI kreatif adalah 1.
memiliki daya cipta, memiliki kemampuan untuk menciptakan; 2. bersifat
(mengandung) daya cipta. Sedangkan pengertian kreatif yang kekinian adalah out of the box thinking atau berpikir di
luar pakem atau keumuman. Karena kebanyakan dari kita (baca saya), masih
berpikir melulu di dalam kotak, contohnya waktu menggambar selalu gunung tadi.
Padahal di zaman yang serba berubah
dan terus berubah ini, bila kita masih selalu berpikir di dalam kotak, kita
bakal tergilas zaman dan ketinggalan kereta kemajuan. Seperti kisah Nokia dan
Kodak yang sangat jaya di zamannya tapi karena kurang kreatif mereka akhirnya
terkena seleksi alam.
Sebenarnya ada banyak cara untuk
membuat kita menjadi kreatif, dan salah satu cara belajar tentang kreatifitas
yang menyenangkan adalah dengan belajar bersama IIP. Dimulai dari fasil yang
keren, mbak Ressy dan mbak Lina yang pintar memancing daya ingin tahu peserta,
cara pembelajaran yang juga keren yang lain dari biasanya karena memakai slide, jadi lebih mudah diterima oleh
kebanyakan pembaca visual. Dan juga suasana diskusi kelas yang semarak.
Dimulai pre klas tentang slide anak
yang pada fitrahnya kreatif namun sistem yang mematikan kreatifitas mereka.
Dilanjutkan dengan kelas inti yang membuka pikiran kita tentang apa itu
kreatif. Proses kreatif dengan sintesis (penggabungan beberapa hal), evolusi
(perubahan secara berangsur-angsur) dan revolusi (perubahan yang cepat). Serta
diakhiri dengan praktek untuk mengerjakan tantangan agar menjadi ibu yang kreatif.
Karena anak-anak pada dasarnya sudah kreatif, maka ibulah yang harus berubah
untuk menjadi kreatif.
Ya, menjadi kreatif. Yang menurut
saya kreatif itu adalah kemampuan menyelesaikan suatu masalah (baca tantangan),
dari berbagai sisi. Seperti kata pepatah bila tak ada rotan, akar pun jadi. Contoh
kecil bila saya belum mampu langganan wifi di rumah, ikut wifi di sekolah
ataupun ke warung tetangga yang berwifi bisa jadi solusinya. Atau kreatif itu
melakukan berbagai usaha agar bimbel saya bisa tetap eksis bahkan berkembang.
Atau kreatif itu melakukan berbagai daya upaya agar saya bisa mengerjakan
tantangan cawu 3 ini semaksimal mungkin agar bisa lulus kelas Bunsay#1
MrJatsela. So, are you dare to be creative?
Referensi:
Materi
kulwap Level 9 Bunsay#1 MrJatsela
Hasil
diskusi kelas Bunsay#1 MrJatsela
#kelasbundasayang
#InstitutIbuProfesional
#ThinkCreative
No comments:
Post a Comment